Kamis, 22 Oktober 2015

PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF DALAM KARYA ILMIAH

Nama               :   Selviana Dianasari
Kelas               :   3EB25
NPM               :   28213362




PENGERTIAN PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi– proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
1.        Penalaran Induktif
Induksi / induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses penalaran deduktif. Pengertian fenomena-fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif harus diartikan pertama-tama sebagai data-data maupun sebagai pernyataan-pernyataan, yang tentunya bersifat faktual pula.
Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi seperti generalisasi, hipotese dan teori, analogi induktif, kausal dan sebagainya.
Contoh penalaran induktif :
Harimau berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Babi berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Ikan paus berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
2.        Penalaran Deduktif
Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduktif / deduksi adalah merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Dari pengalaman-pengalaman hidup kita, kita sudah membentuk bermacam-macam proposisi, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Proposisi baru itu tidak lain dari kesimpulan kita mengenai suatu fenomena yang telah kita identifikasi dengan mempertalikannya dengan proposisi yang umum.
Dalam penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta. Yang perlu baginya adalah suatu proposisi umum dan suatu proposisi yang mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan suatu proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukannya itu benar, dan kalau proposisinya itu juga benar, maka dapat diharapkan suatu kesimpulan yang benar.
Uraian mengenai proses berpikir deduktif ialah seperti silogisme kategorial, entimem, rantai deduksi, silogisme alternatif, silogisme hipotesis dan sebagainya.
Contoh penalaran deduktif:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

KETERKAITAN PENALARAN DALAM PROSES PENULISAN ILMIAH
Suatu karangan sesederhana apapun akan mencerminkan kualitas penalaran seseorang. Penalaran itu akan tampak dalam pola pikir penyusuan karangan itu sendiri. Penalaran dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek/matra. Kelima aspek tersebut
adalah:
a.         Aspek keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antarbagian yang satu dengan yang lain dalam suatu karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada pendahuluan misalnya, antara latar belakang masalah – rumusan masalah – tujuan – dan manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan dengan bagian landasan teori, harus berkaitan dengan pembahasan, dan harus berkaitan juga dengan kesimpulan.
b.        Aspek urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang suatru yang harus didahulukan/ditampilkan kemudian (dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu karangan ilmiah harus mengikuti urutan pola pikir tertentu.Pada bagian Pendahuluan, dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori merupakan paparan kerangka analisis yang akan dipakai untuk membahas. Baru setelah itu persoalan dibahas secara detail dan lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah.
c.         Aspek argumentasi
Yaitu bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta, pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir sebagian besar isi karangan ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah tersebut perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat/temuan-temuan dalam analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.
d.         Aspek teknik penyusunan
Yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten. Karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku dan universal. Untuk itu pemahaman terhadap teknik penyusunan karangan ilmiah merupakan syarat multak yang harus dipenuhi jika orang akan menyusun karangan ilmiah.
e.         Aspek bahasa
Yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut? baik dan benar? Baku? Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan ilmiah akademis. Beberapa ciri bahasa ilmiah: kalimat pasif, sebisa mungkin menghindari kata ganti diri (saya, kami, kita), susunan kalimat efektif/hindari kalimat-kalimat dengan klausa-klausa yang panjang.









DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar